Melejitkan Potensi Unggul Anak ditengah Pandemi
Oleh : Eva Nur Khofifah, S.Psi., C.Ht.
Especially for : Komunitas Dari Rumah Untuk Peradaban
Pandemi memang belum usai. Bagaimana diantara kita bersikap tentulah berbeda-beda. Ada yang memang sudah mulai menikmati kebiasaan baru, ada yang justru baru terdampak, adapula yang sudah mulai jenuh, bosan hingga stress melanda. Khususnya untuk orangtua dan anak anak yang notebene bersekolah di sekolah. Kini segala sesuatunya harus di rumah. Di sekolah hanya sesekali saja. Oleh karenanya, mau tidak mau, suka tidak suka, orangtua harus banting setir. Jika orangtua yang memang terbiasa belajar di rumah dengan anaknya, gak akan terlalu "ngarumas". Namun jika orangtua yang terbiasa menyerahkan segala sesuatunya ke sekolah, bisa mendadak darah tinggi nih, mak. Bahkan mendadak jantungan. Betul apa betul banget?😁
Diantara permasalahan orangtua dan anak selama pandemi adalah SFH (School From Home) alias belajar di rumah dengan sistem daring yang bikin darting 😂 yang pada akhirnya membuat emosi orangtua labil, terutama emaknya yang biasa mendampingi anandanya belajar. Saking pusingnya, tak sedikit pula yang mengerjakan tugas sekolah adalah emak dan bapaknya, dan anaknya yang ongkang kaki saja 😅
Jika sudah seperti itu, jangankan anak yang tidak mau belajar bersama orangtuanya karena orangtuanya emosian. Orangtua pun ogah mengajarkan anak karena anak susah diatur. Endingnya, sekalipun anak di rumah lebih lama dari biasanya, kedekatan dan kelekatan dengan orangtua justru berkurang bukan semakin meningkat.
Bagaimana solusinya? SABAR. 5 huruf satu kata yang mudah diucapkan, namun realisasinya subhanallah sekali. Banyak kejadian fatal terjadi karena kurang sabar dan akhirnya menyesal karena belum mampu meregulasi emosi dengan luwes. Tidak mudah gak berarti tidak bisa, bukan? menjadi sulit karena memang hadiahnya surga, sekolahnya seumur hidup, latihannya setiap detik.
Sabar bukan berarti diam. Diam ketika anak tidak ada minat belajar. Diam ketika anak meninggalkan kewajibannya, seperti shalat misalnya jika masanya sudah cukup. Diam ketika kita sebagai orangtua terus menerus tidak bisa mengendalikan emosi. Diam ketika anak kita tertekan dan tidak bahagia menjalani harinya. Diam ketika anak tidak mengetahui potensi unggulnya, yang akhirnya anak salah jurusan dan efeknya waktu, tenaga, pikiran bahkan biaya keluar tidak tepat sasaran. Sabar itu bukan seperti itu ya, sabar itu menerima namun tetap mencari solusi terbaik dari masalah kita.
Badai pasti berlalu. Kebanyakan dari kita terdampak pandemi ini. Terdampak secara materi ataupun psikis, keduanya berjalan beriringan. Jika seorang triliuner, ruginya triliunan. Jika seorang milyader ruginya milyaran, jika seorang jutawan ruginya jutaan, menengah ke atas, menengah ke bawah demikian adanya. Jadi, yuk mari terus beryukur, maka kita akan bahagia. Jika tidak bersyukur, sekalipun uang triliunan, emas berlian tak terhitung, tetap saja akan terasa kurang. Efek psikis pun jelas terasa saat pandemi ini. Orangtua, anak, bahkan guru pun sudah mulai jenuh dan bosan dengan rutinitas yang ada.
Namun apakah kita akan terus meratapi keadaan atau menyiasati dan fleksibel dengan keadaan? pandemi menjadi peluang untuk mendekatkan diri dengan anak. Kita akan mengetahui betul bagaimana sih sebetulnya minat dan bakat anak itu. Namun jika terus menerus emosi negatif yang hadir, maka celakalah kita.
Seperti tercantum dalam QS Al-Insyirah ayat 5-6 yang artinya "Karena sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan."
Tetap semangat menikmati proses yang ada dam semua aspek kehidupan kita. Karena setelah kesulitan ada kemudahan. Itulah janji-Nya. Jangan sampai karena kondisi ini, anak menjadi korban utamanya.
Banyak anak yang sebetulnya sangat cerdas, namun dilabel nakal karena ia bukan anak penurut. Banyak orangtua yang beranggapan bahwa anak yang akan sukses adalah anak yang mangut-mangut saja menerima omongan orang lain. Sedangkan anak yang kritis dianggap anak yang aneh, anomali bahkan abnormal. Padahal bisa saja jika kita mampu memanfaatkannya, maka potensi unggulnya akan keluar dengan indahnya.
Apa sih potensi unggul itu? potensi yang paling menonjol dari potensi lainnya pada diri anak.
Mengapa penting memahami hal ini? biar anak gak salah jurusan, anak jadi bahagia dan hasil kerjanya maksimal karena kebahagiaan itu. Contoh mudahnya gini. Ada orang yang masakannya enak banget, ternyata ia sangat menyukai memasak, memasak baginya menyenangkan, selain menyenangkan ia pun punya bakat di dalamnya, jadi hasilnya maksimal. Sudah bahagia, enak masakannya, menghasilkan uang pula.
Namun ada orang seperti saya misalnya. Yang suka masak biasa aja, bakat pun biasa aja 😂 ya hasilnya pun biasa aja, hanya memenuhi kewajiban dan kebutuhan perut saja, ketika melakukannya pun ya biasa aja, gak se happy orang yang memang suka masak, dan jelas tidak layak jual 😁 cukuplah untuk keluarga saja.
Artinya apa? jika kita melakukan sesuatu sesuai minat dan bakat maka hasilnya akan maksimal karena kita bahagia.
Untuk ciri-ciri anak bahagia sudah cukup jelas ya di slide. Yang mungkin agak membingungkan adalah poin ciri anak yang bahagia. Disana tertera "No ON OFF". Maksudanya apa? ini pernyataan dari Ayah Edy ya.
Jika pada anak berlaku hukum ON OFF, tidak ON ON maka berbahaya. ON yaitu anak lepas mengeluarkan emosinya. OFF berarti anak tidak lepas alias ada yang ditahan. Anak terlihat baik di rumah ternyata di luar tidak demikian, perilaku aslinya keluar saat tidak ada orangtua ataupun sosok lain yang ia takuti, itu berarti ON OFF. Maka jelaslah jika ON OFF menjadi iklim dalam keluarga, potensi unggulnya pun tidak akan keluar. Karena anak tidak lepas berekspresi kepada orangtuanya. Salah satu penyebabnya adalah karena orangtua adalah sosok menakutkan bagi anaknya.
Kapan potensi unggul anak bisa terlihat? Beda-beda ya pada setiap anak itu. Sudah jelas ya di slide. Intinya kita jangan terlalu cepat menilai minat bakat anak. Ataupun jangan terlalu lambat. Keduanya memiliki resiko tersendiri.
Cara menemukan potensi unggul sudah jelas ya di voice note. Itu hanya bentuk ikhtiar saja. Selebihnya kehendak Allah lah yang menentukan. Namun kita pun diperintahkan untuk berusaha maksimal dan menentukan pilihan hidup yang akan diraih.
Mau anak kuliah atau berpendidikan, mau anak tidak kuliah, mau kita dari kalangan kurang mampu. Semuanya memiliki peluang untuk sukses seperti contoh-contoh yang dijelaskan di slide. Tinggal kita menyontek, memodel, mengambil ibroh agar kita terus belajar. Cendekiawan muslim pun banyak sekali yang sukses untuk kesejahteraan manusia lainnya. Karya besar banyak lahir dari para cendekia tersebut. Itu bisa menjadi penyemangat untuk orangtua ataupun anak kita sekalipun. Namun dari semua tauladan itu, tetaplah Rasulullah SAW adalah tauladan terbaik yang bisa kita contoh untuk semua aspek kehidupan.
Untuk membersamai ananda menemukan dan melejitkan potensi unggulnya pasti banyak tantangannya. Namun prinsipnya tetap. Lakukankah dengan sepenuh hati dan penuh kelembutan. Seperti halnya hadits di bawah ini :
"Ajarlah, permudahlah dan jangan dipersulit. Gembirakanlah dan jangan ditakut-takuti. Jika salah seorang dari kalian marah hendaklah berdiam diri." (HR. Ahmad & Bukhari)
Sesuai dengan hadits di atas. Kita sebagai orangtua hendalah mempermudah proses belajar anak. Belajar dalam segala hal. Apalagi ketika anak belum baligh. Banyak yang bertanya, apakah dalam beribadah pun kita tidak boleh memaksa anak? Adakah satu dalil saja yang memperbolehkan kita memaksa anak melakukan sesuatu? jawabannya tidak ada. Yang ada adalah kita menuntun anak untuk MEMAKSAKAN DIRINYA untuk beribadah. Bukan kita yang memaksa. Tapi dirinya lah yang harus belajar memaksakan dirinya sendiri sehingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan bahkan kebutuhan. Dalam hal ibadah yang sifatnya wajib, jelaslah kita tidak bisa memilih mau melakukannya atau tidak, karena memang wajib dilakukan. Namun dalam hal menemukan potensi unggul, kita dibekali akal pikiran serta hati untuk menentukan pilihan. Jadi jelas ya perbedaannya.
Yuk, terus berusaha semangat mambersamai anak dengan segala keunikannya 😍💪
Terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf atas segala kekurangannya, yang benar hanyalah milik Allah SWT, yang salah jelaslah keluar dari diri saya pribadi sebagai manusia biasa. Wallahu a'lam bish-shawwab.
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh...
Salam Bahagia..
Mozaik Psikologi
*Jika dirasa artikel ini bermanfaat, silakan boleh langsung di share saja yaa...