MENDIDIK TIDAK BISA MENDADAK
Penulis : Eva Nur Khofifah, S.Psi., C.Ht.
Special for : Arsitek Peradaban Community
Sumber Gambar : tongkronganislam.net |
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh sahabat fillah semuanya, izin memperkenalkan terlebih dahulu yaa..
Mendidik tidak bisa mendadak. Sebuah frasa yang menjadi realita pada zaman ini khususnya. Mengapa mendidik tidak bisa mendadak ya sahabat semuanya? Mengutip pernyataan dari dr. Aisyah Dahlan (2020) yang diunggah oleh akun instagran @talkparenting yang menyebutkan bahwa "Diingat-ingat ya utuk orangtua, kalau mendidik anak itu tak mudah, karena hadiahnya surga, kalau mendidik anak mudah, hadiahnya rice cooker." π
Intinya, mendidik tidak bisa mendadak karena mendidik itu tidaklah mudah, mak. Orangtua yang seringkali menyatakan hal tersebut adalah orangtua yang memiliki banyak anak dan sudah berpengalaman mempuyai anak dari berbagai fase perkembangan. Anaknya ada yang masih balita, kanak-kanak, remaja bahkan dewasa. Jadi orangtua berpengalaman betul bahwa perilaku anak ketika masa balita dan kanak-kanak akan berpengaruh terhadap perilakunya ketika remaja dan dewasa.
Nah, mengapa penulis bersemangat sekali sharing kepada para single lillah, pengantin baru, yang sedang menanti momongan, ataupun kepada emak bapak yang masih muda, yang anaknya balita-balita. Karena penulis seringkali mendapat curcolan dari emak bapak yang anaknya sudah usia remaja ataupun dewasa terkait perilaku anaknya yang bermasalah. Setelah ditelisik, asal muasalnya tidak jauh karena kurang tepatnya pengasuhan orangtua ketika anak masih kecil. Jika sudah terjadi seperti itu, gak bisa tuh kita mendidik anak secara mendadak atau memperbaiki sikap dan perilakunya yang kurang tepat dengan instan. Karena mendidik tidak seperti mie instan, yang ketika diseduh langsung jadi dan bisa diseruput dikala musim hujan seperti sekarang ini π
Jadi, yuk kita bisa merenung dan belajar bersama, mak π πͺ
Mumpung anak-anaknya masih balita, seperti sebuah pepatah "Belajar di waktu kecil bagai melukis di atas batu, sedangkan belajar ketika sudah besar bagai mengukir di atas air."
Artinya apa, mak? artinya mengajarkan apapun di masa kecil lebih mudah dan bisa melekat hingga anak dewasa. Dibandingkan dengan mengajarkan sesuatu pada anak ketika ia sudah besar, lebih sulit mak.
Lalu, bagaimana seharusnya kita mendidik anak? siapakah yang dijadikan panutan? di slide sudah di jelaskan ya siapa saja yang harus kita contek dan contoh suri tauladannya.
Kita bahas tauladan pertama dan terbaik saja dahulu ya, yaitu Rasulullah SAW. Karena kalau dibahas semua bisa panjang kali lebar mak, luas sekali π
Rasulullah SAW bukan hanya bersabda namun memberikan contoh yang baik dalam mendidik anak sesuai dengan fase nya. Dalam Al-Qur'an ataupun hadits tidak secara eksplisit dijelaskan bahwa fase perkembangan anak ada 4 tahapan. Namun oleh para ulama, ahli Al-Qur'an dan para Muhadits menganalisa berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits terkait hal ini. Berikut ringkasannya :
1. Fase pertama ialah usia anak 0-7 tahun
Fase ini, jadikanlah anak layaknya raja. Ia harus diperlakukan dengan lemah lembut sekalipun melakukan kesalahan. Mendidik dengan lemah lembut sangatlah efektif dan inilah yang dicontohkan oleh Rasul kepada anak dan cucunya. Kalaupun anak melakukan kesalahan, dilarang keras berkata kasar apalagi melakukan kekerasan fisik.
Seperti yang dicontohkan nabi pada cucunya Hasan dan Husain. Saat itu Rasulullah SAW sedang bersujud dan punggungnya dinaiki oleh cucunya Hasan dan Husain, dan Rasulullah memanjangkan sujudnya.
Kemudian ada sahabat yang bertanya "mengapa melakukan demikian?" Rasulullah SAW menjawab "aku tak suka membuatnya tergesah-gesah, sampai dia memenuhi hajatnya" (HR Ahmad dan Hakim).
Yuk, coba kita bayangkan pada diri kita? jika anak kita naik ke punggung saat kita sujud, apakah kita akan berlama-lama sujud ataukah cepat-cepat? π
Ini hanya satu hadits saja, banyak sekali keterangan yang menuturkan betapa lemah lembut dan penuh kasih sayangnya Rasulullah pada anak kecil.
2. Fase kedua usia anak 7-14 tahun
Pada usia ini, perlakukan anak layaknya tawanan perang. Penegakan disiplin dan tanggungjawab sudah mulai diterapkan pada usia ini. Namun tetap ada aturannya, yaitu tidak boleh dengan kekerasan ataupun berlaku kasar. Yang diperbolehkan adalah TEGAS. Bukan keras ataupun kasar. Seperti dalam hadits di bawah ini :
Dari 'Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)" (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim).
Rasulullah SAW menganjurkan untuk memukul anak itu dimulai ketika anak berusia 10 tahun, itupun alasannya jelas, yaitu meninggalkan shalat. Memukulnya pun ada tahapannya, tidak asal. Lah kitee bagaimanee? anak baru brojol disayang-sayang, kesananya mulai deh dipelototin π emak berubah jadi singa yang bertanduk dari hari ke hariπ
3. Fase ketiga usia anak 14-21 tahun
Pada fase ini, jadikanlah anak layaknya sahabat. Anak mampu terbuka karena sikap lemah lembut orangtua. Berbagi pikiran dan seringlah berbincang tentang segala hal. Pada fase remaja ini, anak perempuan tidak mengapa dekat dengan ayahnya, agar ia tidak mencari kasih sayang selain dari ayahnya, sudah full dari ayahnya. Untuk anak laki-laki, tak mengapa dekat dengan ibunya. Tujuannya agar anak belajar bagaimana memperlakukan perempuan dari sang ibunda. Usia ini tetaplah memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang, seperti kasih sayangnya Rasulullah SAW kepada Fathimah dalam Hadits di bawah ini :
"Sesungguhnya Fathimah adalah bagian dari dagingku, siapa yang menyakitinya maka menyakitiku, dan membuatku marah apa-apa yang membuatnya marah" ( HR Thabrani dan Mu'jam Kabir no 18446).
Saking sayangnya Rasulullah SAW pada anaknya, beliau sampai berkata demikian. Bahkan usia Fathimah sudah dewasa pun, sudah menikah, dalam hadits lain disebutkan, Rasulullah SAW tetap memeluknya ketika ia berkunjung ke rumah. Bukan hanya memeluk, namun ketika Rasul sedang duduk pun Rasulullah langsun berdiri untuk menyambut anaknya. Mudah-mudahan kita bisa mengambil tauladan darinya, bahwa menyayangi dan memanjakan anak itu bukan hanya masa kanak-kanak saja, meskipun anak kita sudah berjanggut ataupun keriput, ia tetaplah anak kita.
4. Fase keempat usia 21 tahun ke atas
Ada ulama yang mengelompokkan tahapan mendidik anak ala Rasul sampai usia 21 tahun, dan adapula yang memberikan penjelasan lebih pada usia 21 tahun ke atas. Keduanya pun tak mengapa. Namun saya lebih ingin menyoroti pula fase 21 tahun ke atas ini, karena dirasa urgent untuk masa kini. Pada fase ini, siapkan anak untuk menikah. Meski dalam hal tanggungjawab harus sudah diajarkan dari ini. Namun pada usia ini lebih ke evaluasi atau chek n rechek saja π
Untuk anak laki-laki, siapkan menjadi pemimpin untuk keluarganya. Untuk anak perempuan, siapkan menjadi makmum sekaligus pemimpin. Makmum untuk suami, dan pemimpin untuk anaknya. Seperti termaktub dalam hadits di bawah ini :
Rasulullah SAW bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara dalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalh pemimpin atas keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal pertanggungjawabannya (HR Muslim).
Sesuai hadits tersebut, jelaslah bawa jika sudah menjadi ibu maka kita adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seringlah meminta maaf dan berterimakasih kepada anak. Meskipun kesalahan kita sudah terekam dalam alam bawah sadarnya, setidaknya jika kita meminta maaf, luka batinnya perlahan akan pulih. In syaa Allah.
Nah, sudah agak terbayang kan bagaimana mendidik anak yang seharusnya?
Selain sesuai fase perkembangan, mendidikpun semua aspek perkembangan ada aturannya. Aspek perkembangan itu apa saja ya? Ada aspek fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosi, spiritual dan moral. Semua aspek perkembangan tersebut tidak bisa mendadak mak diajarkannya, karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mendidik itu tidak seperti tahu bulat yang enak jika digoreng dadakan, mendidik itu gak enak banget kalo dadakan, mengapa? karena energi, waktu, pikiran bahkan biaya bisa lebih terkuras habis.
Membahas aspek perkembangan lain kali saja ya mak, bisa gak beres satu semester soalnya π
Materi dalam slide terkait dengan contoh bad attitude & behaviour (perilaku), itu hanya secuil contoh saja. Realitanya banyak sekali contoh-contoh sikap dan perilaku anak yang kurang tepat jika orangtua tidak mendidiknya dengan tepat sedari dini.
Mendidik itu melelahkan ya mak? akui saja dalam hati jika memang demikian. Namun sebagai orangtua harus berpikir ke depan. Jika kita tidak mati-matian sedari dini dalam mendidik anak, kita bisa mati beneran pas masa tua karena melihat perilaku anak. Stress karena perilaku anak dan akhirnya berpengaruh terhadap kondisi fisik kita. Ketika anak usia remaja atau dewasa, ia tidak menjadi qurrata a'yun untuk orangtuanya. Naudzubillah, ngeri ya mak apalagi liat pergaulan zaman now, orangtua bukan hanya harus lemah lembut tapi harus cerdas juga dalam mendidik anaknya.
Mungkin dalam hati para orangtua ada yang berkata "ah, namanya juga anak kecil, memang begitulah anak kecil, nanti juga gak akan, baik sendiri kok." Pernyataan seperti itu sebetulnya hanyalah harapan, bukan realita di lapangan. Untuk mengetahui realita di lapangan, kita harus sering mengobservasi bahkan mewawancarai secara mendalam para orangtua yang sudah berpengalaman dalam mengasuh anaknya, ketika anaknya bermasalah saat remaja dan dewasa, apa kesalahan mereka yang bisa kita ambil hikmahnya, bisa kita ambil pelajaran agar kesalahannya tidak kita ulang.
Namun jika kitalah yang sebetulnya menjadi korban perlakuan tidak adil orangtua kita. Cukup ambil pelajaran saja, STOP di kita dan maafkanlah orangtua kita. Tak ada alasan kita menjadi durhaka pada orangtua jika kita sudah mengetahui ilmunya. Ambil hikmahnya saha supaya jangan sampai kita melakukan pada anak kita dan anak kita melakukan pada cucu kita kelak, jadi dosa turun temurun kan mak π
Sekarang saatnya kita menikmati proses yang ada, karena kalau sekarang tidak dinikmati kasihan sama diri kita mak. Mengapa? ya karena sampai anak kita dewasa pun kita akan tetap mendidiknya, akan tetap ada pusing dan lelahnya, tetap ada tantangannya, namun jika sedari awal kita mendidik, maka In syaa Allah ke depannya tidak akan ada masalah yang berarti. Oleh karenanya, lebih baik kita nikmati setiap prosesnya.
Sudah segitu dulu aja yaa sahabat fillah semuanya, sedikit saja yang memang harus dijelaskan agak mendetail. Selebihnya, di slide pun sudah cukup jelas ya, In syaa Allah.
Yuk ah, terus belajar menjadi orangtua yang mencintai dan dicintai anaknya.
Terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf atas segala kekurangannya, yang benar datangnya hanya dari Allah SWT, dan yang dhaif keluarnya dari saya pribadi sebagai manusia biasa. Wallahu a'lam bish-shawab..
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh..
Salam Bahagia
Mozaik Psikologi
*Jika dirasa artikel ini bermanfaat, silakan boleh di share yaa...
0 komentar:
Posting Komentar